Halaman

Sabtu, 22 Januari 2011

just my mind (part 2)

“ya nggak salah sih, Nad. Kalo memang itu alasannya, ya kamu bilang dong ke Kevin.” Kata shela sambil menatapku tajam. “gini ya para sahabatku yang cantik, imut, baik dan tidak sombong. Aku udah sering bilang ke Kevin maupun temen-temennya yang suka nganterin bunga ke rumahku. Aku putus sama Kevin, bukan karna aku nggak sayang sama dia. Aku Cuma nggak mau, Aldi dan genknya itu mukulin Kevin lagi. Kalian semua nggak tau kan, gimana rasanya ngeliat pacar yang kita sayangi tiba-tiba disuruh turun dari mobil terus dihajar habis-habis.an sama orang nggak dikenal, yang ternyata itu adalah anak buahnya Aldi. Cowok yang selalu ngejar-ngejar aku.” Kataku sambil menahan air mata. Terlintas sedikit memori pada malam itu.



Ketika mobil Kevin melintas di jalanan yang cukup sepi, tiba-tiba dari belakang ada 6 orang preman yang menghadang laju mobil Kevin. Tentu saja Kevin kaget dan ingin keluar untuk memaki pengendara motor itu. Tapi aku mencegahnya “Kevin, jangan keluar.” Kevin terlihat kaget dengan seruanku itu. Tapi dia menurut dan akhirnya duduk kembali. “kenapa aku nggak boleh keluar, Nad?” Tanya Kevin padaku, Kevin tau apapun yang ku katakan akan selalu benar, walaupun nggak semua. “Kevin, mereka preman. Liat aja baju yang mereka kenakan. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa” kataku ketakukan sambil memegang lengan Kevin. Salah satu preman itu akhirnya mengetuk jendela Kevin dan meminta kami untuk turun. Kevin memandangku sejenak “Nadira jangan turun ya? Tetap disini sampai aku kembali.” Kata Kevin menenangkanku. Sambil melepaskan pegangan tanganku dari tangannya sendiri, diapun membuka pintu mobil dan turun. Kemudian terlihat ketiga preman itu menyeret Kevin sampai tepat ke depan mobil. Lalu memukulinya. “Kevin..” teriakku kemudian. Aku yang panik langsung membuka pintu dan turun. Aku berlari mengampiri Kevin, tapi ada dua orang preman yang menghalangiku. Mereka menangkapku dan kemudian memegang erat kedua tangannku supaya aku tidak bisa lari menghampiri Kevin. “please stop. Jangan lakukan itu” teriakku pada 3 preman yang memukuli Kevin. Tapi itu sia-sia. Aku cuma bisa menangis dan berteriak pada mereka untuk menghentikan semuanya.

Setelah Kevin terkapar dengan muka yang babak belur. Ketiga preman itu menghentikan pukulan mereka dan aku dilepaskan. Aku langsung lari menghampiri Kevin yang sedang terkapar sambil memegangi perutnya. “Kevin, kamu nggak papa? Mana yang sakit? kita kerumah sakit sekarang ya? Biar aku yang nyetir mobilnya” kataku panik seraya menyapu lembut rambut Kevin. Kevin belum menjawab tapi tiba-tiba salah satu pengendara motor yang berpakaian T-shirt melepaskan helmnya dan turun menghampiri kami berdua. “gimana rasanya dipukulin?” kata pengendara motor itu sambil tersenyum sinis pada kami berdua. Mendengar hal itu, aku langsung menoleh ke asal suara. Aku terkejut ternyata itu adalah Aldi, tetanggaku sendiri. “Aldi, jadi kamu yang melakukan ini semua?” tanyaku sambil menangis. “iya Nad. Aku nggak terima kalau dia yang baru masuk dalam kehidupanmu, tiba-tiba bisa langsung milikin kamu. Tapi aku? Aku udah dari kecil suka sama kamu, Nad. Tapi kamu nggak pernah menjawab perasaanku.” Aku langsung marah ketika mendengar hal itu. Aku berdiri tepat dihadapan Aldi. “kamu gila ya? Cuma gara-gara itu kamu mukulin Kevin? Kalau kamu kira dengan mukulin Kevin kamu bisa ngedapetin aku, kamu salah besar. Aku semakin benci sama kamu, dan aku semakin muak liat muka kamu!!” kataku membentak Aldi. Kemudian aku membantu Kevin untuk berdiri dan membawanya kedalam mobil. Sedangkan Aldi hanya terpaku ditempat setelah mendengar perkataanku tadi.


“hello? Nadira. Kok ngelamun?” Tanya Nella sambil melambai-lambaikan tangannya didepan mukaku. Aku segera sadar dan berusaha mengalihkan pembicaraan “eh, pr sejarah sudah belum? Males ngerjain nih. Nyontek dong” kataku memelas pada ketiga temanku itu. “matematika boleh jago. Tapi kalau sejarah, boro-boro ngerjain pr. Nyatet aja nggak pernah” kata Kesya sambil tertawa kemudian diikuti aku, Shela dan Nella. Ya sudahlah, masalah ini dipikirkan nanti saja. Yang penting sekarang, pr Sejarahku. Ocehku dalam hati.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar