Halaman

Selasa, 25 Januari 2011

just my mind (part 3)

“Nad, aku menginap dirumahmu boleh ya?” Tanya Kesya saat bel pulang berbunyi. “Kok tumben, Sya? Biasanya kamu nggak pernah minta kalau aku nggak ngajak” tanyaku penasaran. Selama aku berteman dengan Kesya, dia nggak pernah seperti ini. “ya, nggak apa, Nad. Entar waktu jam malam aku certain ke kamu semuanya. Tapi kalau aku boleh nginap sehari saja. Yaya? Boleh kan?” Kesya menatapku dengan pandangan melas. Aku jadi nggak tega buat nolak. “iya iya. Boleh kok, rumahku itu selalu terbuka buat para teman-temanku. Tapi, kamu ijin orang rumah dulu ya.” Kataku seraya tersenyum pada sahabatku yang satu ini. Dan, Kesya pun juga tersenyum manis sekali.



Kalian belum kenalan sama Kesya ya? Sini aku kenalin. Kesya Arnata Rafika, dia adalah anak keturunan Indonesia Cina. Itu membuat kulitnya benar-benar putih bersih, dan matanya agak sipit. Rumahnya berada agak jauh dari rumahku. Tapi itu nggak berpengaruh, aku tetap sering main kerumah Kesya. Kakaknya yang bernama Nada meniru garis wajah orang Indonesia, tapi kak Nada tetap putih seputih Kesya. Mereka berdua sangat akur, terkadang aku iri karna aku ditakdirkan menjadi seorang anak tunggal. Papa dan Mama Kesya jarang pulang kerumah karna mengurus bisnis mereka yang ada di luar negri. Sekalinya mereka pulang, selalu saja ribut .Itu selalu membuat Kesya dan kak Nada sangat kesal. Bahkan mereka pernah berharap agar kedua orang tuanya tidak usah pulang, daripada bikin ribut dirumah. Disekolah, hampir semua kegiatan yang aku ikuti juga diikuti oleh Kesya seperti paduan suara, OSIS dan basket. Didalam organisasi OSIS, aku menjadi Sekretaris I dan Kesya menjadi Sekretaris II. Kami sangat kompak dalam hal apapun. Aku dan Kesya sudah jadi sahabat sejak SD. Sudah selesai kenalannya? Sekarang kita lanjut kecerita lagi.

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku pun segera membereskan kertas-kertas soal latihan olimpiade matematikaku. “Jangan lupa anak-anak. PR mengarang itu harus dikumpulkan bulan depan” kata Bu Delia sambil berjalan keluar kelas. “Memangnya ada PR apa, Sya?” keningku mengkerut dan berusaha mengingat semua yang dikatakan Bu Delia tadi. “Makanya, jangan ngerjain soal matematika kalau lagi pelajaran bahasa. Jadi nggak nyambung kan?” kata Kesya mengingatkan. Aku hanya tersenyum sambil memamerkan deretan gigi putihku. “Membuat karangan berupa novel. Minimal 50 halaman dikumpulkan bulan depan.” Setelah mendengar tugas itu, aku hanya bengong. Membuat novel? 50 halaman? Apa? Gimana caranya? Gila tuh guru. Aku mendengus kesal dalam hati.

“SEMUA PENGURUS OSIS KELAS 10 DAN 11, DIHARAPKAN SEGERA BERKUMPUL DI RUANG OSIS SEKARANG JUGA. SEKALI LAGI, SEMUA PENGURUS OSIS KELAS 10 DAN 11, DIHARAPKAN SEGERA BERKUMPUL DI RUANG OSIS SEKARANG JUGA. TERIMAKASIH.” Terdengar suara ketua OSIS dari speaker sekolah.

“Ngantuk, sya. Pulang aja deh.” Aku memohon sambil menelungkupkan kedua tanganku.
“Rapat, Nad. Sekertaris harus tanggung jawab, Nadia. Ayo rapat” kata Kesya sambil menarik tanganku keluar kelas. Aku pun hanya bisa mengikuti kemana langkah kaki Kesya. Sesampainya di ruangan OSIS, hampir semua pengurus sudah berkumpul kecuali Kevin, sang wakil ketua. Aku tengak-tengok kanan kiri mencari sosok Kevin diruangan itu. Tapi aku tetap tidak menemukannya. “Baiklah, rapat akan saya mulai. Ada yang tau dimana Kevin?” Tanya ketua OSISku yang tak lain adalah kak Ninda. Semua pengurus hanya geleng-geleng kepala mendengar pertanyaan itu. Mereka semua menoleh ke arahku, seakan menunggu jawaban. “Nad, dimana Kevin?” Tanya Kak Ninda halus sambil menatapku. “Aku nggak tau, kak” jawabku sekenanya. Kak Ninda hanya geleng-geleng kepala.

Setelah setengah jam rapat dimulai, terdengar suara pintu ruangan dibuka. Semua konsentrasi terpecah, mata tertuju pada sebuah pintu yang ada dipojok ruangan. Terlihat Kevin melongokkan kepalanya kedalam ruangan lalu masuk dengan langkah tergesa “Maaf kak, tadi jam terakhir saya Bu Sarah.” Kata Rehan dengan nafas yang tersengal-sengal. Seperti habis lari marathon dari Jakarta ke Surabaya. “Baiklah, silahkan duduk.” Jawab Kak Ninda santai. Kak Ninda memang orang yang baik, tapi dalam keadaan tertentu, Kak Ninda bisa terlihat sangat galak dan tegas. Ruangan OSIS kembali tenang. Semua terlihat menyimak penjelasan Kak Ninda tentang acara pensi yang akan diadakan 3 bulan mendatang. Sebagai perpisahan siswa siswi kelas 3.
“Nad, Sya. Segera buatkan proposal untuk kepala sekolah. Dan konsep proposal untuk band yang akan kita undang. Bendahara, tolong buatkan data tentang sponsor dan kemungkinan dana yang bisa kita dapatkan. Humas, cari tahu informasi tentang band apa yang diinginkan para siswa siswi SMAVEAN. Para ketua koordinator segera minta tugas kepada Kevin selaku wakil. Rapat hari ini saya tutup. wassalam” kata kak Ninda

Sabtu, 22 Januari 2011

cara menenangkan hati

saya membaca tulisan ini di suatu tempat.. menurut saya, ini bisa juga dilakukan siapa pun..
try it, friends..



1. Jangan tergantung pada orang lain. Tergantunglah pada diri sendiri dan bersikaplah mandiri.

2. Jangan berburuk sangka orang lain akan membicarakan/menghinamu.

3. Jangan selalu mengingat penyesalan di masa lalu.
Hidup itu mudah teman, buatlah satu keputusan.. dan JANGAN PERNAH menyesalinya.

4. Jangan menyimpan kemarahan, dendam, iri hati dan kebencian.

5. Jangan membiasakan sikap terburu buru. Maka dari itu Manage lah waktumu.
Assets utama dan terpenting dalam hidup bukanlah uang dan berlian, tapi.. waktu. Ingatlah bahwa mesin waktu itu tidak pernah ada, kita tak akan bisa memutar waktu, ataupun menghentikan waktu.

6. Jangan khawatir akan hari esok. Tuhan menjanjikan masa depan, dan harapan kita tidak akan pernah lenyap.
Cinta, hidup dan mati ada di tangan Tuhan.
Ia telah menuliskan takdir manusia jauh saat sebelum kita di lahirkan.
Ia tahu apa yg terbaik bagi kita, maka dari itu jangan pernah sesali apa yang terjadi meskipun terasa perih bagi kita.
Pada akhirnya setiap manusia akan di ciptakan untuk saling berpasang pasangan, maka dari itu jgn pernah kuatir akan cinta mu.

7. Ketuklah, Maka pintu akan terbuka.
Ingatlah pada Nya, maka Ia akan mengingatmu.
Berdoalah, maka keluh kesahmu akan didengarkan.

just my mind (part 2)

“ya nggak salah sih, Nad. Kalo memang itu alasannya, ya kamu bilang dong ke Kevin.” Kata shela sambil menatapku tajam. “gini ya para sahabatku yang cantik, imut, baik dan tidak sombong. Aku udah sering bilang ke Kevin maupun temen-temennya yang suka nganterin bunga ke rumahku. Aku putus sama Kevin, bukan karna aku nggak sayang sama dia. Aku Cuma nggak mau, Aldi dan genknya itu mukulin Kevin lagi. Kalian semua nggak tau kan, gimana rasanya ngeliat pacar yang kita sayangi tiba-tiba disuruh turun dari mobil terus dihajar habis-habis.an sama orang nggak dikenal, yang ternyata itu adalah anak buahnya Aldi. Cowok yang selalu ngejar-ngejar aku.” Kataku sambil menahan air mata. Terlintas sedikit memori pada malam itu.



Ketika mobil Kevin melintas di jalanan yang cukup sepi, tiba-tiba dari belakang ada 6 orang preman yang menghadang laju mobil Kevin. Tentu saja Kevin kaget dan ingin keluar untuk memaki pengendara motor itu. Tapi aku mencegahnya “Kevin, jangan keluar.” Kevin terlihat kaget dengan seruanku itu. Tapi dia menurut dan akhirnya duduk kembali. “kenapa aku nggak boleh keluar, Nad?” Tanya Kevin padaku, Kevin tau apapun yang ku katakan akan selalu benar, walaupun nggak semua. “Kevin, mereka preman. Liat aja baju yang mereka kenakan. Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa” kataku ketakukan sambil memegang lengan Kevin. Salah satu preman itu akhirnya mengetuk jendela Kevin dan meminta kami untuk turun. Kevin memandangku sejenak “Nadira jangan turun ya? Tetap disini sampai aku kembali.” Kata Kevin menenangkanku. Sambil melepaskan pegangan tanganku dari tangannya sendiri, diapun membuka pintu mobil dan turun. Kemudian terlihat ketiga preman itu menyeret Kevin sampai tepat ke depan mobil. Lalu memukulinya. “Kevin..” teriakku kemudian. Aku yang panik langsung membuka pintu dan turun. Aku berlari mengampiri Kevin, tapi ada dua orang preman yang menghalangiku. Mereka menangkapku dan kemudian memegang erat kedua tangannku supaya aku tidak bisa lari menghampiri Kevin. “please stop. Jangan lakukan itu” teriakku pada 3 preman yang memukuli Kevin. Tapi itu sia-sia. Aku cuma bisa menangis dan berteriak pada mereka untuk menghentikan semuanya.

Setelah Kevin terkapar dengan muka yang babak belur. Ketiga preman itu menghentikan pukulan mereka dan aku dilepaskan. Aku langsung lari menghampiri Kevin yang sedang terkapar sambil memegangi perutnya. “Kevin, kamu nggak papa? Mana yang sakit? kita kerumah sakit sekarang ya? Biar aku yang nyetir mobilnya” kataku panik seraya menyapu lembut rambut Kevin. Kevin belum menjawab tapi tiba-tiba salah satu pengendara motor yang berpakaian T-shirt melepaskan helmnya dan turun menghampiri kami berdua. “gimana rasanya dipukulin?” kata pengendara motor itu sambil tersenyum sinis pada kami berdua. Mendengar hal itu, aku langsung menoleh ke asal suara. Aku terkejut ternyata itu adalah Aldi, tetanggaku sendiri. “Aldi, jadi kamu yang melakukan ini semua?” tanyaku sambil menangis. “iya Nad. Aku nggak terima kalau dia yang baru masuk dalam kehidupanmu, tiba-tiba bisa langsung milikin kamu. Tapi aku? Aku udah dari kecil suka sama kamu, Nad. Tapi kamu nggak pernah menjawab perasaanku.” Aku langsung marah ketika mendengar hal itu. Aku berdiri tepat dihadapan Aldi. “kamu gila ya? Cuma gara-gara itu kamu mukulin Kevin? Kalau kamu kira dengan mukulin Kevin kamu bisa ngedapetin aku, kamu salah besar. Aku semakin benci sama kamu, dan aku semakin muak liat muka kamu!!” kataku membentak Aldi. Kemudian aku membantu Kevin untuk berdiri dan membawanya kedalam mobil. Sedangkan Aldi hanya terpaku ditempat setelah mendengar perkataanku tadi.


“hello? Nadira. Kok ngelamun?” Tanya Nella sambil melambai-lambaikan tangannya didepan mukaku. Aku segera sadar dan berusaha mengalihkan pembicaraan “eh, pr sejarah sudah belum? Males ngerjain nih. Nyontek dong” kataku memelas pada ketiga temanku itu. “matematika boleh jago. Tapi kalau sejarah, boro-boro ngerjain pr. Nyatet aja nggak pernah” kata Kesya sambil tertawa kemudian diikuti aku, Shela dan Nella. Ya sudahlah, masalah ini dipikirkan nanti saja. Yang penting sekarang, pr Sejarahku. Ocehku dalam hati.



just my mind (part 1)

“Ersal” mendengar namaku dipanggil aku langsung celingak-celinguk mencari asal suara tersebut. Ternyata bu Marta guru pembina matematikaku yang memanggil. Akupun langsung bergegas mendekati bu Marta. “Ada apa bu?” tanyaku setelah berada tepat didepan bu Marta. Tapi, bu Marta hanya tersenyum dan kemudian berbicara “Selamat ya Ersal, kamu juara lagi”. Aku yang mendengar hal itu langsung meraih tangan bu Marta dan mendaratkannya di dahiku “Terimakasih bu, saya menang juga berkat bantuan dan dorongan dari bu Marta” ucapku kemudian sambil tersenyum lebar. Bu Marta tersenyum lagi lalu memberitahuku sesuatu “Kabar ini akan tersebar pada waktu upacara hari senin besok. Jadi siap-siap ya”. Setelah mendengarnya, aku langsung lesu. Kenapa setiap kali ada yang memenangkan suatu kejuaraan selalu saja diumumkan. “Baiklah bu. Terimakasih atas informasinya.” Kataku seraya pergi meninggalkan bu Marta didepan ruang guru.



Kita belum kenalan ya? Kenalkan namaku Ersal Nadira. Seorang siswi SMA 12 Bandung yang selalu beruntung karna bisa memenangkan beberapa kejuaraan matematika. Kalian pasti berfikir bahwa aku adalah cewek cupu berkacamata tebal yang selalu mendekap buku kemanapun aku pergi, dan kerkepang dua. Sayangnya tebakan kalian semua salah. Aku cukup dikenal dengan nama Nadira. Ersal hanya panggilan guru-guru terhadapku. Tinggiku yang mencapai 168 membuatku lebih tinggi daripada teman-temanku yang lain. Berat badanku hanya 48. Rambutku yang panjang selalu kugerai ke belakang. Fisikku yang seperti itu membuatku dikagumi beberapa cowok di sekolah. Aku mengikuti ekstra kulikuler basket dan paduan suara. Aku juga mengikuti sebuah organisasi yang biasa dikenal dengan sebutan OSIS. Kalian pasti berfikir, betapa perfectnya diriku. Tapi terkadang ada beberapa hal yang membuat aku iri pada teman-temanku yang lain. Yaitu ketika mereka ditelephone ibu mereka dan disuruh untuk cepat-cepat pulang kerumah. Ya, seperti yang kalian tau. Aku adalah anak broken home. Dan sekarang aku hanya tinggal dengan nenekku disebuah perumahan elite yang ada di Bandung. Akupun sering mengajak para sehabatku untuk bermalam dirumahku. Karna kalian pasti bisa membayangkan betapa sepinya rumah yang hanya dihuni oleh aku, nenekku dan beberapa pembantu.

“Hai, Nad” sapa Kesya dari belakang. Tentu saja hal itu membuatku kaget. “Aduh Sya, kenapa kamu selalu membuatku kaget sih?” tanyaku agak kesal, karna Kesya melakukan hal ini sudah berulang kali. “Sorry deh Nad. Maafkan sahabatmu yang imut ini. oke” tangan Kesya sudah melingkar di tangan kiriku, dan mencoba merayuku agar memaafkannya. Kesya pasti tidak akan melepaskan tangannya sebelum aku memaafkannya. “iya, iya. Sekarang, lepasin tanganmu dari tanganku Sya” akupun mencoba melepaskan tangan Kesya dari tanganku sendiri. Kesya tertawa dan akhirnya melepaskan tangannya.
Setelah sampai di dalam kelas, aku kaget karna ternyata semua teman sekelasku yang sudah datang , melingkari mejaku. Aku dan Kesya saling berpandangan. “Hey, hey. Yang punya bangku udah datang nih” teriakan Kesya membuat semua orang yang tadi melingkari bangkuku. Beranjak pergi dan duduk dibangku mereka masing-masing. Ternyata, dibangku milikku ada sekotak coklat dan setangkai bunga mawar dengan surat beramplop biru diatasnya. Aku berjalan dan duduk dibangku. Kemudian bertanya kepada dua sahabatku yang duduk tepat didepan bangkuku dan Kesya. “Siapa yang ngirim ini?”. Mereka berdua hanya geleng-geleng kepala “coklat ini udah ada waktu aku datang” kata Nella yang biasa datang pagi. “buka suratnya aja Nad” saran Shela kemudian. Akupun membukanya dan kemudian membaca dengan teliti.

Ketika cinta mengungkapkan kejujuran. Dia tidak akan berbohong. Dia hanya akan mendamba untuk mendapat suatu kesempatan untuk mencinta sekali lagi. Cinta pertama adalah kenangan. Kedua menjadi pelajaran. Dan seterusnya menjadi suatu keperluan. Cinta tidak memandang harta dan martabat. Yang kupunya hanyalah kesetiaan dan ketulusan hati. Cinta memang manis tapi tidak semanis ketika kamu membuatku menangis dan nggak seindah ketika kamu ucapkan pisah. Cinta memang tak harus memiliki, tapi hati ini tersa perih ketika kamu ada yang memiliki. Kalau cinta putus dijalan. Hati kita pun pasti akan takluk karna goresannya. Dan membuat diri kita tersiksa karna bayangan sang kekasih. Aku tak bisa menahanmu untuk tak pergi dariku. Bahkan, air matakupun tak sanggup untuk memintamu kembali. Apa salahku hingga ku sudah tak layak mendapatkan cintamu. Karna ku tak sanggup jika berdiri sendiri tanpamu.

Kekasih yang menunggumu.

“Gimana Nad?” Tanya Shela penasaran. “nih, baca aja sendiri” kataku sambil melempar kertas berisi kata-kata yang membuatku sebal pada pengirimnya. Ketika selelsai membaca, mereka langsung tau bahwa itu adalah surat dari Kevin, mantan pacarku. “Nad, dia masih sayang sama kamu deh.” Ucap Nella hati-hati. Itu dilakukan agar aku tidak tersinggung “Aku tau Nell, aku cuma nggak mau dia babak belur lagi karna pacaran sama aku. Apa itu salah?”

(belum selesaii nih.. nanti aku posting lagi.. ^_^)

my experience

Kutermenung ditengah gelapnya dunia. Semua orang pastilah sudah terlelap, dan bermimpi terbang ke awan bersama peri peri cantik bersayap emas. Kupejamkan kedua mataku sejenak. Mencoba pisahkan rohku dari raga. Agar dapat kurasakan mimpi mimpi indah itu. Saat mataku terbuka, aku tetap berada di tempat yang sama. Didalam kamar yang sepi, dan hanya terdengar suara detik jam dinding. Roh ini masih tidak mau pergi, dia masih ingin tetap menemaniku disini. Aku masih terjaga, ditengah malam yang sunyi. Tiba-tiba, terlintas sedikit memori pada hari itu.



Kurasakan sekujur tubuhku menggigil. Bagaimana tidak? Diwaktu banyak terdapat air turun dari langit dengan derasnya, aku sedang berada dibukit tempat aku melakukan outbond di hari itu. Aku terjebak disini, kedinginan, kelaparan, capek, penat setelah seharian penuh melakukan hal hal yang menguras tenaga dan fikiran. Kusatukan kedua tanganku, kugerakkan dengan cepat. Agar tercipta sedikit rasa hangat. Kurasakan seluruh air mengalir di semua pori-pori kulitku. Membasahi baju berwarna merah muda yang kukenakan pada hari itu. Aku tidak bisa berfikir apa-apa saat itu, yang kubayangkan adalah berada didalam selimut tebal diatas kasur yang empuk dengan ditemani secangir teh panas.

Semua guru mengajak kami untuk meninggalkan bukit ini, karna keadaan tidak memungkinkan untuk tetap melakukan outbond. Aku dengan ditemani teman dekatku, Ayya. Akan melakukan perjalanan menuruni bukit ini bersama-sama. Ayya menatapku, dilihatnya aku sedang menggigil kedinginan. Tergerak hati Ayya untuk meminjamkan jacket yang ia kenakan “Kamu pakai jacketku tha, dek?” tanyanya padaku dengan nada khawatir. Aku hanya menoleh sebentar kearahnya dan menggelengkan kepala. Pertanda aku tidak menyetujui keputusan itu. “Kamu kedinginan gitu, dek. Aku nggak apa kok. Masih ada jacket lagi.” Kata Ayya sambil melepas jacket yang ia kenakan. “Nggak usah, kak. Kamu kan alergi udara dingin” sergahku sambil mencegah tangan Ayya untuk tidak melepas jacket. Ayya menuruti kata-kataku. Dia kembali membenahi jacketnya yang sudah hampir terlepas. “Kamu beneran nggak apa, dek?” tanyanya lagi, aku hanya sedikit tersenyum dan kemudian mengangukkan kepala. Aku tidak mau membutanya khawatir.

Akhirnya kami berjalan menuruni bukit dengan kesunyian yang mendalam. Aku hanya diam, dan menunduk. Memandangi jalanan yang menurun, dengan air dan lumpur yang berada di permukaannya. Kapan hujan ini akan berakhir? Tanyaku kepada hati kecilku. Ayya terkadang hanya menoleh untuk memastikan keadaanku dan menuntunku untuk berjalan ditengah hujan. Aku beruntung mempunyai teman seperti Ayya. Dia tetap berada di dekatku hingga perjalanan menuruni bukit berakhir.

Para guru membimbing kami ketempat yang sedikit kering dari guyuran hujan. Aku langsung menyandarkan tubuhku pada dinding yang ada. Semua yang ada di tempat itu, bingung melihatku. Sampai akhirnya, ada seorang temanku yang melepas jacketnya dan memberikannya padaku. “Nggak usah, kamu kan juga kedinginan.” Kataku sambil mendorong jacket itu kembali ke tangan pemiliknya. ”Nggak apa, aku sudah nggak kedinginan kok.” Dia mengatakan hal itu sambil kembali menyerahkan jacketnya padaku. Akupun menurut dan akhirnya memakai jacket itu. Kulihat Firda sedang duduk sendiri sambil merapatkan posisi jacketnya. Sedangkan Ayya, tetap ada didekatku.
Aku merasa bahwa aku orang yang egois. Aku tidak seharusnya melakukan hal ini pada Firda. Aku tidak mungkin membuat Ayya tetap berada didekatku saat ini, karna Firda juga pasti membutuhkan Ayya. Aku harus berbagi dengan Firda. Karna disisi lain Ayya, juga ada Firda yang berteman dekat dengan Ayya.

Aku tidak bergeming, aku tetap berada ditempat itu bersama Ayya. Dan tidak melakukan apapun untuk membuat Ayya berada disamping Firda.

Aku kembali membuka mata, dan melihat jam dinding yang menunjukkan tepat pukul 12 tengah malam. Aku tertidur selama satu jam, fikirku. Aku kembali teringat dengan hal tadi. Tidak terasa, air mataku menetes. Aku sadar bahwa aku bersalah pada Firda. Kejadian tadi terlihat begitu nyata. Aku berdo’a dengan air mata yang masih mengalir.
Jika waktu dapat diputar kembali. Aku ingin kembali ke masa itu. Aku ingin memperbaiki sikapku terhadap Sekar. Agar rasa bersalah ini tidak terus menghantuiku. Aku tidak seharusnya melakukan hal ini.

Tangisku semakin pecah. Aku tidak bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri. Aku kembali memejamkan mata. Sedetik, dua detik, tiga detik. Kemudian aku membuka mata. Betapa terkejutnya aku, bahwa ternyata aku sekarang sudah berada di tempat outbond itu. Do’aku dikabulkan, untuk kembali memutar waktu. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Akan kubuat Ayya bersenang-senang dengan Firda, walaupun harus aku yang terluka.


Hanandyta Faradiella

Jumat, 14 Januari 2011

Two Voices One Song

It's so rare to find a friend like you
Somehow when you're around the sky is always blue
The way we talk
The things you say
The way you make it all ok
And how you know
All of my jokes
But you laugh anyway...



If I could wish for one thing
I take the smile that you bring
Wherever you go in this world I'll come along
Together we dream the same dream
Forever I'm here for you, you're here for me
Oh ooh oh
Two voices, one song

Now every day is something new
And any path we take I'm looking forward too
The way we try and never quit
The way that all the pieces fit
The way we know the parts by heart
And sing out loud

If I could wish for one thing
I take the smile that you bring
Wherever you go in this world I'll come along
Together we dream the same dream
Forever I'm here for you, you're here for me
Oh ooh oh two voices one song

And anywhere you are you know I'll be around
And when you call my name I'll listen for the sound

If I could wish for one thing
I take the smile that you bring
Wherever you go in this world I'll come along
Together we dream the same dream
Forever I'm here for you, you're here for me
Oh ooh oh two voices one song
If I could wish for one thing
I take the smile that you bring
With you by my side I can go on
Now I have all that I need
And the sweetest sound will always be
Oh ooh oh two voices one song
Oh ooh oh two voices one song
Oh ooh oh two voices one song